Rabu, 20 Juli 2011

TEKNIK PEMBUATAN KOMPOS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TANAH PADA LAHAN GAMBUT


Pada awalnnya lahan-lahan berhutan lebat mempunyai tanah yang subur, tetapi setelah pohon ditebangi dan diusahakan untuk pertanian (ladang), maka tanah menjadi kurus akibat proses penghanyutan dan pencucian unsur hara sehingga tanah menjadi miskin unsur hara dan tidak dapat digunakan lagi untuk pertanian. Beda halnya dengan hutan rawa gambut. Hutan rawa gambut mempunyai karakteristik yang unik. Tanah pada lahan atau hutan rawa gambut berasal dari tumpukan bahan organik yang jenuh air sehingga proses dekomposisi tidak berjalan dengan sempurna. Keadaan ini mengakibatkan lahan menjadi miskin mineral dan sangat masam.
Pengembangan lahan gambut untuk usaha pertanian memerlukan adanya drainase buatan yang bertujuan untuk mengatur kelebihan air tetapi tidak sampai menyebabkan keringnya lahan gambut. Selain itu, diperlukan juga perbaikan sifat kimia dan fisik tanah. Salah satu cara untuk memperbaiki sifat lahan gambut tersebut adalah dengan menggunakan pupuk kompos. Pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah dengan cara menambahkan bahan tersebut ke dalam tanah agar menjadi lebih subur. Pemupukan diartikan sebagai penambahan zat hara tanaman ke dalam tanah untuk memperbaiki sifat-sifat kimia dan fisik tanah seperti pengapuran dan pemberian abu atau tanah mineral (lumpur, pasir dan tanah liat) pada tanah organik dan penambahan bahan organik atau kompos pada tanah mineral.
MENGENAL KOMPOS
Kompos adalah pupuk yang dihasilkan dari bahan organik melalui proses pembusukan. Pembuatannya dilakukan pada suatu tempat yang terlindung dari matahari dan hujan. Untuk mempercepat perombakan dan pematangan serta menambah unsur hara dapat ditambahkan campuran kapur dan kotoran ternak (ayam, sapi atau kambing).             Bahan yang digunakan sebagai sumber kompos dapat berupa limbah, seperti sampah atau sisa-sisa tanaman tertentu (jerami, rumput dan sebagainya). Pupuk kompos berfungsi untuk memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman.
Tabel 1. Kandungan unsur-unsur hara pada berbagai pupuk organik
No.
Jenis Pupuk
Unsur-Unsur Hara dalam 10 ton
N
P2O5
K2O
Kg/10 ton
1
24
30
27
2
Kompos
22
4
43
3
Jerami
40
30
50
PROSES PEMBUATAN PUPUK KOMPOS
Bahan :
Sisa tanaman (limbah panen) atau semak dan rerumputan, sebaiknya sudah layu (tidak terlalu basah); Kotoran ternak (ayam, sapi, kambing), diusahakan kotoran sudah “matang”; Kapur pertanian (kaptan);  dan Air untuk menyiram bahan kompos.
Alat :
Cangkul dan sekop untuk mengaduk dan membalikkan kompos; Embrat atau ember untuk menyiramkan air pada tumpukan kompos; Atap peneduh untuk melindungi bahan kompos; Parang atau pisau untuk merajang dan memisahkan batang dan daun; dan Karung untuk menyimpan kompos.
Tempat/lokasi pembuatan kompos :
Setelah bahan-bahan dan peralatan tersedia, lalu disiapkan tempat untuk pembuatan kompos yang letaknya tidak jauh dari lahan agar mudah mengangkut dan menyebarkan kompos. Tempat pembuatan kompos diberi atap atau peneduh untuk menjaga kelembaban sehingga proses pengomposan berjalan dengan cepat. Tempat pembuatan kompos biasanya berukuran 2 x 2 meter dan dalam hamparan yang luas disediakan 3 – 4 tempat pembuatan kompos.
TAHAP PEMBUATAN PUPUK KOMPOS
  1. Sisa tanaman (limbah panen) atau semak dam rerumputan dirajang/dipotong kecil-kecil (25-50 cm) agar proses pembusukan berlangsung lebih cepat.
  2. Potongan-potongan bahan kompos tadi disusun rapi dan ditumpuk setebal 30-50 cm lalu diperciki air.
  3. Di atas bahan kompos ditaburkan kotoran ternak (pupuk kandang) secara merata setebal 5-10 cm.
  4. Taburkan kapur pertanian di atas kotoran ternak secukupnya hingga merata.
  5. Pasang cerobong bambu tegak lurus ke dalam tumpukan awal tersebut. Selanjutnya lakukan kembali penumpukan bahan-bahan yang telah disebutkan di atas secara merata. Demikian seterusnya sehingga susunan bahan kompos berlapis-lapis mencapai ketinggian 1,5 meter.
  6. Setelah selesei menyususn, dilakukan penyiraman dengan air secukupnya.
  7. Untuk mempercepat proses pembusukan, sebaiknya kompos ditutup dengan lembaran plastik/terpal.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PUPUK KOMPOS
Pupuk organik berupa pupuk kandang atau pupuk kompos jika dibandingkan dengan pupuk buatan (anorganik) mempunyai kelebihan antara lain:
  1. Memperbaiki tekstur tanah.
  2. Meningkatkan pH tanah.
  3. Menambah unsur-unsur makro maupun mikro.
  4. Meningkatkan keberadaan jasad-jasad renik dalam tanah.
  5. Relatif tidak menimbulkan polusi lingkungan.
Sedangkan kelemahannya antara lain:
  1. Jumlah pupuk yang diberikan pada tanaman lebih tinggi daripada pupuk anorganik.
  2. Respon tanaman lebih lambat.
  3. Sumber hama dan penyakit bagi tanaman.
PEMANFAATAN PUPUK KOMPOS PADA LAHAN GAMBUT
Pada awalnya dilakukan pembakaran pada pupuk kompos. Pembakaran harus dilakukan secara hati-hati. Pembakaran tidak dilakukan langsung di atas lahan gambut tetapi di atas lapisan tahan api misalnya seng atau potongan drum bekas. Hal ini bertujuan untuk mencegah kebakaran di lahan gambut.
Pada umumnya dosis pemberian abu sebagai bahan amelioran (pembenah) untuk meningkatkan kesuburan tanah berkisar antara 2,5-30 ton/ha (Sibuea et al., 1993). Namun beberapa penelitian merekomendasikan dosisnya pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Dosis pemberian bahan amelioran pada lahan gambut
Lokasi
Dosis (ton/ha)
Produksi (ton/ha)
Keterangan
Proyek Lahan Gambut (PLG), Kalteng
abu vulkanik (8-10)
Jagung (4-4,5)
Kedelai (2-2,5)
Setiadi, B. (1999)
abu sawmill (10) + 120 kg terusi
Kedelai berproduksi baik
T. Vadari (1992)
Kalbar
abu kayu (60)
Tanaman sayuran
IPG. Widjaja Adhi (1992)
lumpur laut (15-20)
Tanaman pangan
Rianto, et al. (1996)
tanah mineral (120)
Kedelai (1,7)
Hadjowigeno, S.
Pemanfaatan sampah organik menjadi pupuk kompos banyak dilakukan, namun masih ditemukan beberapa masalah antara lain waktu pengomposan terlalu lama (1-1,5 bulan/ton sampah), kualitas/nilai hara yang dihasilkan rendah dan biaya produksi yang tinggi. Dari bahan baku sampah sebanyak 900-1000 kg akan dihasilkan 300-450 kg pupuk kompos (Santoso, 1998 dan Sibuea et al., 1993).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar